Kata-Kata Motivasi, Kata-Kata Bijak, Kata-Kata Mutiara, Kata-Kata Cinta, Pantun Nasehat, Pantun Jenaka, Contoh Proposal, Contoh Memo, Kata Kata 2016,

Makalah PAI Tentang Kerja Keras...!!

A. Kerja Keras
1. Pengertian dan Dalil Kerja keras
Kerja keras berarti berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam salah satu hadis Rasulullah pernah bersabda, “ Tidak ada satu makanan pun yang dimakan seseorang yang lebih baik daripada makanan hasil usahanya sendiri. “ ( H.R Bukhari dan Nasa’i ) . Firman Allah swt :
Artinya : “ Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung. “ ( Q.S. Al-Jumuah : ayat 10 )
2. Contoh Perilaku Kerja Keras
Pak Jahid seorang pedagang sayuran yang bekerja tanpa kenal lelah. Suatu hari, usaha yang dilakukan Pak Jahid kurang menguntungkan karena sayuran yang sudah dibawa ke pasar induk tidak habis terjual. Pak Jahid terus berusaha supaya dagangannya laris terjual dan hasilnya diserahkan kepada istrinya untuk membiayai keluarga.
3. Cara Membiasakan Perilaku Kerja Keras
Agar terbiasa bekerja keras dalam mengerjakan sesuatu, lakukanlah beberapa hal berikut ini.
a. Bekerja harus dilandasi niat yang baik. Niatkan untuk beribadah kepada Allah swt..
b. Awali suatu pekerjaan dengan menyebut nama Allah.
c. Kerjakan dengan sepenuh hati dan sungguh-sungguh.
d. Akhiri dengan menyebut nama Allah.
e. Serahkan segalanya kepada Allah swt ( Tawakal ) .

B. Tekun
1. Pengertian dan Dalil Tekun
Dalam bahasa Arab, tekun dikenal dengan istilah nasyit, sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata tekun diartikan dengan rajin dan bersungguh-sungguh.
Firman Allah SWT :
Artinya : ” Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah AllahSWT. Sesungguhnya Allah SWT tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah SWT menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia” ( Q.S. Ar Radu ayat 11 )

2. Contoh Perilaku Tekun
Khairudin adalah siswa kelas VII pada salah satu sekolah di desa terpencil. Setiap hari khair harus berangkat pukul 05.30 WIB karena jam masuk sekolah pukul 07.00 WIB. Setiap hari ia melakukannya dengan semangat untuk meraih cita-cita yang diinginkannya. Anak desa ini tetap rajin menjalani hari-harinya untuk menuntut ilmu di sekolahnya yang cukup jauh itu.
3. Cara Membiasakan Perilaku Tekun
Supaya terbiasa tekun dalam semua aktivitas, lakukanlah beberapa hal berikut.
a. Siapkan perencanaan yang matang dalam memulai aktivitas.
b. Bersungguh-sunggulah dalm setiap aktivitas.
c. Jangan cepat putus asa dalam bekerja dan belajar.
d. Lakukanlahterus pekerjaan yang kamu senangi hingga kamu mampu mengerjakannya
e. Harus banyak bersabar dalam mengerjakan suatu pekerjaan.
f. Jangan tergesa-gesa dalam mengerjakan sesuatu.
g. Berserah dirilah kepada Allah swt.

C. Ulet
1. Pengertian dan Dalil Ulet
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ulet diartikan dengan kuat, tidak mudah putus, tidak getas, tidak rapuh, tidak mudah putus asa dalam mencapai cita-cita atau keinginan. Ulet juga bisa diartikan dengan berusaha terus dengan giat dan berkemauan keras serta menggunakan segala kecakapannya (potensi) untuk mencapai suatu tujuan.
Artinya : “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. “(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” ( Q.S. Al Baqarah ayat 155 – 157 )
2. Contoh Perilaku Ulet
Mahmud adalah salah seorang siswa SMP kelas VII. Pada suatu kesempatan, ia akan menjadi utusan sekolahnya untuk perlombaan cerdas-cermat di tingkat kabupaten. Siang dan malam, dia dan teman-temannya belajar tanpa kenal lelah. Karena keuletan dan kerja kerasnya, Mahmud dan kedua temannya meraih juara pertama pada lomba cerdas-cermat tersebut.

3. Cara Membiasakan Perilaku Ulet
Supaya terbiasa ulet dalam semua aktivitas, lakukanlah beberapa hal berikut:
a. Biasakan bersunggug-sungguh dalam setiap aktivitas.
b. Gantungkan cita-citamu setinggi mungkin, kemudian kejarlah dengan belajar yang serius.
c. Jangan cepat putus asa dalam mengerjakan sesuatu yang sulit.
d. Coba dan coba terus pekerjaan yang kamu senangi sampai kamu bisa.
e. Bersabarlah dalam berbagai keadaan.
f. Kembalikan semuanya kepada Allah sambil terus berusaha

D. Teliti
1. Pengertian dan Dalil Teliti
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, teliti diartikan dengan cemat, seksama, dan hati-hati, sedangkan cermat diartikan dengan seksama, teliti, berhati-hati dalam mengerjakan sesuatu.
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” ( Q.S. al-Hujarat : 6 )
2. Contoh Perilaku Teliti / Cermat
Aisyah pergi ke sebuah toko buku untuk membeli alat-alat tulis dan beberapa buku pelajaran digunakannya di sekolah.Ia mencatat yang akan di belinya untuk memastikan tidak ada barang yang terlewat.
3. Cara Membiasakan Perilaku Teliti
Supaya terbiasa teliti atau cermat dalam sesuatu, lakukanlah beberapa hal berikut ini:
a. Biasakan rapihdan teratur dalam mengerjakan sesuatu.
b. Jangan mudah terpengaruh orang lain.
c. Lakukanlah check and recheck sebelum memutuskan suatu masalah
d. Sebaiknya hati-hati dalam segala hal.
e. Percayalah kepada diri sendiri.
f. Biasakan menyenangi keteraturan dan ketertiban.


Pentingnya Taat kepada Aturan dalam Islam
Taat memiliki arti tunduk (kepada Allah Swt., pemerintah, dsb.) tidak berlaku curang, dan atau setia. Aturan adalah tindakan atau perbuatan yang harus dijalankan. Taat pada aturan adalah sikap tunduk kepada tindakan atau perbuatan yang telah dibuat baik oleh Allah Swt., nabi, pemimpin, atau yang lainnya. Di sekolah terdapat aturan, di rumah terdapat aturan, di lingkungan masyarakat terdapat aturan, di mana saja kita berada, pasti ada aturannya. Aturan dibuat tentu saja dengan maksud agar terjadi ketertiban dan ketenteraman. Mustahil aturan dibuat tanpa ada tujuan. Oleh karena itu, wajib hukumnya kita menaati aturan yang berlaku. 


Aturan yang paling tinggi adalah aturan yang dibuat oleh Allah Swt., yaitu terdapat pada al-Qur’an. Sementara di bawahnya ada aturan yang dibuat oleh Nabi Muhammad saw., yang disebut sunah atau hadis. Di bawahnya lagi ada aturan yang dibuat oleh pemimpin, baik pemimpin pemerintah, negara, daerah, maupun pemimpin yang lain, termasuk pemimpin keluarga.
Peranan pemimpin sangatlah penting. Sebuah institusi, dari terkecil sampai pada suatu negara sebagai institusi terbesar, tidak akan tercapai kestabilannya tanpa ada pemimpin. Tanpa adanya seorang pemimpin dalam sebuah negara, tentulah negara tersebut akan menjadi lemah dan mudah terombang-ambing oleh kekuatan luar. Oleh karena itu, Islam memerintahkan umatnya untuk taat kepada pemimpin karena dengan ketaatan rakyat kepada pemimpin (selama tidak maksiat), akan terciptalah keamanan dan ketertiban serta kemakmuran. 


Peranan pemimpin sangatlah penting. Sebuah institusi, dari terkecil sampai pada suatu negara sebagai institusi terbesar, tidak akan tercapai kestabilannya tanpa ada pemimpin. Tanpa adanya seorang pemimpin dalam sebuah negara, tentulah negara tersebut akan menjadi lemah dan mudah terombang-ambing oleh kekuatan luar. Oleh karena itu, Islam memerintahkan umatnya untuk taat kepada pemimpin karena dengan ketaatan rakyat kepada pemimpin (selama tidak maksiat), akan terciptalah keamanan dan ketertiban serta kemakmuran.
Pengertian Ulil Amri


Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan)) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. an-Nisa/4: 59) 



Asbabu al-Nuzul atau sebab turunnya ayat ini menurut Ibn Abbas adalah berkenaan dengan Abdullah bin Huzaifah bin Qays as-Samhi ketika Rasulullah saw. mengangkatnya menjadi pemimpin dalam sariyyah (perang yang tidak diikuti oleh Rasulullah saw.). As-Sady berpendapat bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Amr bin Yasir dan Khalid bin Walid ketika keduanya diangkat oleh Rasulullah saw. sebagai pemimpin dalam sariyah. Q.S. an-Nisa/4: 59 memerintahkan kepada kita untuk menaati perintah Allah Swt., perintah Rasulullah saw., dan ulil amri. Tentang pengertian ulil amri, di bawah ini ada beberapa pendapat. 


1. Abu Jafar Muhammad 
Arti ulil amri adalah umara, ahlul ‘ilmi wal fiqh (mereka yang memiliki ilmu dan pengetahuan akan fiqh). Sebagian ulama yang lain bin Jarir at-Thabari berpendapat bahwa sahabat-sahabat Rasulullah saw. itulah yang dimaksud dengan ulil amri. 


2. Al-Mawardi 
Ada empat pendapat dalam mengartikan kalimat "ulil amri", yaitu: (1) umara (para pemimpin yang konotasinya adalah pemimpin masalah keduniaan), (2) ulama dan fuqaha, (3) sahabat-sahabat Rasulullah saw., (4) dua sahabat saja, yaitu Abu Bakar dan Umar. 


3. Ahmad Mustafa al-Maraghi 
Bahwa ulil amri itu adalah umara, ahli hikmah, ulama, pemimpin pasukan dan seluruh pemimpin lainnya. 
Kita memang diperintah oleh Allah Swt. untuk taat kepada ulil amri (apa pun pendapat yang kita pilih tentang makna ulil amri). Namun, perlu diperhatikan bahwa perintah taat kepada ulil amri tidak digandengkan dengan kata “taat”; sebagaimana kata “taat” yang digandengkan dengan Allah Swt. dan rasul-Nya. Quraish Shihab, Mufassir Indonesia, memberi ulasan yang menarik: “Tidak disebutkannya kata “taat” pada ulil amri untuk memberi isyarat bahwa ketaatan kepada mereka tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan atau bersyarat dengan ketaatan kepada Allah Swt. dan rasul-Nya. Artinya, apabila perintah itu bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Allah dan rasul-Nya, tidak dibenarkan untuk taat kepada mereka. 


Lebih lanjut Rasulullah saw. menegaskan dalam hadis yang Artinya: 
“Dari Abi Abdurahman, dari Ali sesungguhnya Rasulullah bersabda... Tidak boleh taat terhadap perintah bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam hal yang makruf.” (H.R. Muslim) 


Umat Islam wajib menaati perintah Allah Swt. dan rasul-Nya dan diperintahkan pula untuk mengikuti atau menaati pemimpinnya. Tentu saja, apabila pemimpinnya memerintahkan kepada hal-hal yang baik. Apabila pemimpin tersebut mengajak kepada kemungkaran, wajib hukumnya untuk menolak.

Bagaimana penjelasan Islam tentang toleransi antar umat beragama? Pada pemaparan berikut akan dipaparkan dalil-dalil tentang toleransi beragama baik dari firman Allah maupun dalil dari hadits Nabi Muhammad SAW mengenai toleransi beragama dalam ajaran islam.

TOLERANSI
Toleransi adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Inggris tolerance, selanjutnya kata ini dipopulerkan dalam bahasa Indonesia menjadi toleransi yang berarti sikap membiarkan lapang dada. Di dalam bahasa Arab biasa dikatakan ikhtimal tasaamukh yang artinya sikap membiarkan lapang dada (Umar, Hasyim).

Menurut istilah, pengertian toleransi yang mencakup keseluruhan aspek berarti "Pemberian kebebasan kepada sesama manusia/kepada sesama warga masyarakat untuk menjalankan agamanya atau keyakinannya atau mengatur hidupnya dan menentukan nasibnya masing-masing, selama di dalam menjalankan dan menentukan sikap itu tidak melanggar dan tidak bertentangan dengan syarat-syarat asas terciptanya ketertiban dan perdamaian dalam masyarakat" (Umar, Hasyim).

Sedangkan pengertian Toleransi beragama yang dikutip dari Departemen Agama dalam ajaran agama Islam adalah pengakuan adanya kebebasan setiap warga negara untuk memeluk suatu agama yang menjadi keyakinannya dan kebebasan untuk menjalankan ibadahnya.

Islam dan umatnya selalu bersikap toleran dan selalu bekerja sama berbuat seperti yang diperbuat oleh warga masyarakat lainnya, selagi hal tersebut menyangkut masalah kemasyarakatan. Sikap Islam terhadap umat lain tetap hormat, mereka diperlakukan dengan penuh persaudaraan sebagai manusia meskipun mereka berbeda agama.

Toleransi beragama bagi Islam bukanlah merupakan masalah baru, melainkan telah dipraktikkan oleh Nabi Muhammad Rasullullah saw. 15 abad yang lalu. Hal itu, sungguh telah dilaksanakan oleh Rasulullah dalam berbagai peristiwa sejarah dan kehidupan beliau sehari-hari. Kemudian, praktik Nabi itu diteruskan oleh khalifah yang ada dan pemimpin Islam lainnya hingga diikuti oleh umat Islam sampai saat ini.

Dalam hal masalah toleransi antar umat beragama ini juga sudah dijelaskan di dalam Al-Qur'an dan hadits yang kedua-duanya merupakan pedoman hidup bagi seluruh umat Islam yang di dalamnya terdapat ajaran-ajaran yang jelas tentang tata cara hidup bermasyarakat.

Firman Allah dalam ayat-ayat Al-Qur'an yang lain yang memaparkan tentang toleransi antar umat beragama, antara lain:

1. Di dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah (2) ayat 256:
Artinya: "Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui."

Arti dan maksud dari ayat di atas adalah bahwa Islam mempunyai pandangan bahwa manusia itu bebas menentukan pilihan terhadap agama yang ia sukai. Islam memandang pemaksaan itu tidak ada gunanya, sebaliknya akan menimbulkan hal-hal yang negatif yang akan mengganggu kedamaian dan keharmonisan bagi kehidupan manusia dalam suatu masyarakat.

2. Firman Allah yang lain yang membahas tentang toleransi antar umat beragama adalah dalam surat Al-An'am (6) ayat 108:
Yang artinya: "Dan janganlah kamu memaki sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan tempat kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan".

3. Firman Allah masih dalam hal toleransi beragama ada dalam surat Yunus (10) ayat 99 -100:
 Artinya: "Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di bumi seluruhnya. Tetapi apakah kamu (hendak) memaksa manusia agar mereka menjadi orang-orang yang beriman? Dan tidak seorang pun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang yang tidak mengerti".

4. Dalam firman Allah yang lain dalam hal toleransi beragama adalah surat Al-Kahfi (18) ayat 29:
Artinya: "Dan katakanlah (Muhammad) "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah ia kafir." Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek”.

Dari keempat ayat tersebut di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa tidak dibenarkan dalam Islam memaki sembahan agama lain atau memaksakan agama islam kepada orang lain. Persoalan kebebasan seseorang itu tidak dibenarkan adanya unsur paksaan, karena masalah keimanan merupakan urusan pribadi seseorang dengan Tuhannya. Hal ini menyangkut petunjuk dan rahmat-Nya, tanpa itu mustahil seseorang beragama lain bisa menjadi Muslim.
Berikut ini adalah beberapa dalil hadits yang menjelaskan tentang toleransi antar umat beragama, antara lain sebagaimana tersebut di bawah ini:

Pertama, hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, termasuk hadis hasan (Al-Bary, 1410 H: 215) yang berbunyi:
Artinya: "Barang siapa menzalimi mu'ahad (orang kafir yang mengikat perjanjian dengan kaum Muslimin), atau mengurangi hak-hak orang tersebut atau memberikan beban padanya di luar batas kemampuanya atau mengambil sesuatu darinya tanpa keridaan dalam hatinya, maka aku (Rasulullah) yang akan menjadi pembela baginya di hari kiamat."

Hadis di atas menjelaskan bahwa non muslim harus dijamin haknya, keselamatan jiwa, harta dan kebebasan agamanya di dunia. Nabi akan memperkarakan orang yang menyakiti atau mengganggu hak-hak non muslim itu dalam pengadilan Allah di hari kiamat.

Dali Kedua, hadis yang lainnya tentang toleransi beragama (Al-Mubarakfurry, 1412 H: 405) menyatakan:

Artinya: "Nabi bersabda, "Wahai golongan Quraisy apakah yang akan saya perbuat terhadap kamu sekalian menurut dugaanmu?" Jawab mereka "Engkau akan berbuat baik sebab engkau adalah seorang saudara yang menolong dan anak seorang saudara yang mulia". Nabi bersabda "Pergilah (ke mana kamu suka) sebab kamu semuanya dibebaskan/dimaafkan

Hadis di atas menerangkan tentang peristiwa setelah jatuhnya Kota Mekah ke tangan Nabi Muhammad saw. dan sahabat-sahabatnya. Orang-orang Quraisy merasa sangat khawatir akan tindakan pembalasan dendam dari Nabi dan pasukan Islam kepada mereka, sebab mereka telah berbuat kejam melampaui batas terhadap Nabi dan orang-orang Islam yang mengakibatkan Nabi dan sahabatnya meninggalkan kampung halaman mereka, Mekah dan berhijrah ke Kota Madinah. Akan tetapi, di luar dugaan mereka, Nabi Muhammad saw. justru memberikan pengampunan kepada mereka dan Nabi melarang para sahabat-sahabatnya membalas dendam terhadap mereka.

Berpangkal pada dasar-dasar di atas, maka dapat diperoleh pelajaran bahwa agama Islam itu adalah agama yang penuh dengan toleransi. Sejak zaman Nabi Muhammad saw. toleransi antarumat beragama ini sudah dilaksanakan oleh kaum muslimin terhadap non muslim.

Dengan demikian secara normatif doktrinal, Islam menuntun dan menuntut adanya sikap dan sifat toleransi setiap muslim terhadap non muslim dengan batas-batas tertentu demi keselamatan kehidupan sosial masyarakat antar umat beragama, dengan tidak mengorbankan aqidah dan syariah Islam.

Begitu pula halnya dengan adat-istiadat dan budaya orang lain, kita harus bersikap toleransi. Di negeri kita banyak terdapat adat-istiadat dan budaya. Adat-istiadat dan budaya yang beraneka ragam itu merupakan salah satu kekayaan negara kita. Dengan menghargai dan toleransi terhadap keanekaragaman adat dan budaya, berarti kita turut melestarikannya.

Kompetisi Dalam Kebaikan Menurut Islam
Berkompetisi Dalam Kebaikan Menurut Agama Islam
Ada kompetisi yang baik, ada juga yang buruk, bagaimana kompetisi dalam kebaikan menurut Islam ? Hidup adalah kompetisi. Bukan hanya untuk menjadi yang terbaik, tetapi juga kompetisi untuk meraih cita-cita yang diinginkan. Namun sayang, banyak orang terjebak pada kompetisi semu yang hanya memperturutkan syahwat hawa nafsu duniawi dan jauh dari suasana robbani. Kompetisi harta-kekayaan, kompetisi usaha-pekerjaan, kompetisi jabatan-kedudukan dan kompetisi lainnya, yang semuanya bak fatamorgana. Indah menggoda, tetapi sesungguhnya tiada. Itulah kompetisi yang menipu. Bahkan, hal yang sangat memilukan ialah tak jarang dalam kompetisi selalu diiringi “suudzon” buruk sangka, bukan hanya kepada manusia, tetapi juga kepada Allah Swt. Lebih merugi lagi jika rasa iri dan riya ikut bermain dalam kompetisi tersebut.


Lalu, bagaimanakah selayaknya kompetisi dalam kebaikan menurut ajaran Islam ? Allah Swt. telah memberikan pengarahan bahkan penekanan kepada orang-orang beriman untuk berkompetisi dalam kebaikan sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur'an yang artinya :
“Dan Kami telah menurunkan Kitab (al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba- lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan.” (Q.S. al-Maidah/5: 48)



Pada Q.S. al-Maidah/5:48 Allah Swt. menjelaskan bahwa setiap kaum diberikan aturan atau syariat. Syariat setiap kaum berbeda-beda sesuai dengan waktu dan keadaan hidupnya. Meskipun mereka berbeda-beda, yang terpenting adalah semuanya beribadah dalam rangka mencari ridha Allah Swt., atau berlomba-lomba dalam kebaikan.


Allah Swt. mengutus para nabi dan menurunkan syariat kepadanya untuk memberi petunjuk kepada manusia agar berjalan pada rel yang benar dan lurus. Sayangnya, sebagian dari ajaran-ajaran mereka disembunyikan atau diselewengkan. Sebagai ganti ajaran para nabi, manusia membuat ajaran sendiri yang bersifat khurafat dan takhayul.
Ayat ini membicarakan bahwa al-Qur’an memiliki kedudukan yang sangat tinggi; al-Qur’an sebagai pembenar kitab-kitab sebelumnya; juga sebagai penjaga kitab-kitab tersebut. Dengan menekankan terhadap dasar-dasar ajaran para nabi terdahulu, al-Qur’an juga sepenuhnya memelihara keaslian ajaran itu dan menyempurnakannya.



Akhir ayat ini juga mengatakan, perbedaan syariat tersebut seperti layaknya perbedaan manusia dalam penciptaannya, bersuku-suku, berbangsa-bangsa. Semua perbedaan itu adalah rahmat dan untuk ajang saling mengenal. Ayat ini juga mendorong pengembangan berbagai macam kemampuan yang dimiliki oleh manusia, bukan malah menjadi ajang perdebatan. Semua orang dengan potensi dan kadar kemampuan masing-masing, harus berkompetisi dan berlomba-lomba dalam melaksanakan kebaikan. Allah Swt. senantiasa melihat dan memantau perbuatan manusia dan bagi-Nya tidak ada sesuatu yang tersembunyi.Mengapa kita diperintahkan untuk berkompetisi dalam kebaikan? Paling tidak ada beberapa alasan, antara lain sebagai berikut. Pertama, bahwa melakukan kebaikan tidak bisa ditunda-tunda, melainkan harus segera dikerjakan. Sebab kesempatan hidup sangat terbatas, begitu juga kesempatan berbuat baik belum tentu setiap saat kita dapatkan.


Kematian bisa datang secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya. Oleh karena itu, begitu ada kesempatan untuk berbuat baik, jangan ditunda-tunda lagi, tetapi segera dikerjakan. Kedua, bahwa untuk berbuat baik hendaknya saling memotivasi dan saling tolong-menolang, di sinilah perlunya kolaborasi atau kerja sama. Lingkungan yang baik adalah lingkungan yang membuat kita terdorong untuk berbuat baik. Tidak sedikit seorang yang tadinya baik menjadi rusak karena lingkungan. Lingkungan yang saling mendukung kebaikan akan tercipta kebiasaan berbuat baik secara istiqamah (konsisten). Ketiga, bahwa kesigapan melakukan kebaikan harus didukung dengan kesungguhan. Allah Swt. bersabda dalam Al-Qur'an yang artinya :               
“...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan...” (Q.S. al-Maidah/5: 2)



Langkah awal untuk menciptakan lingkungan yang baik adalah dengan memulai dari diri sendiri, dari yang terkecil, dan dari sekarang. Mengapa? Sebab inilah jalan terbaik dan praktis untuk memperbaiki sebuah bangsa. Kita harus memulai dari diri sendiri dan keluarga. Sebuah bangsa, apa pun hebatnya secara teknologi, tidak akan pernah bisa tegak dengan kokoh jika pribadi dan keluarga yang ada di dalamnya sangat rapuh.
Facebook Twitter Google+
Back To Top